Lampu yang berkelap-kelip
menerangi taman yang aku masuki. Bulan di langit bersinar pula dengan
terangnya. Beberapa orang berjalan-jalan dengan kekasihnya. Begitu juga
denganku.
Aku
mengenggam tangan kekasihku dan mengajaknya berjalan bersamaku ke bagian taman
yang agak luas dan aku membungkuk di depannya, mengajaknya untuk menari. Dia
tertawa kecil melihatku tiba-tiba seperti itu. Tapi dia juga membungkukkan
badannya lalu aku menggengam tangan kanannya dan menaruh tangan kiriku di
pinggangnya. Tangan kanannya dengan halus
ditaruh di pundakku.
“Inget
gak pertama kali kita ketemu?” Aku bertanya pelan kepadanya. Dia mengangguk dan
mulai berbicara tentang itu.
-Flashback-
Aku
duduk di bawah pohon di halaman sekolah sepulang sekolah. Tempat favoritku
untuk membaca dan mengulang pelajaran. Aku selalu melakukan itu. Untuk
meningkatkan nilaiku, mungkin. Tapi mungkin juga karena satu gadis yang selalu
aku pandang. Yang selalu melewati pohonku.
Senyumnya yang menawan
benar-benar membuat hariku bahagia. Walaupun senyum itu untuk temannya. Tapi
diam-diam aku melihat senyumnya dari bibirnya yang tipis itu. Rambut hitam ikalnya
tergerai indah di punggungnya, matanya seakan bersinar karena cahaya matahari,
kulitnya juga berbinar.
Lalu
dia tertawa dan temannya yang sedang berbicara dengannya melihatku memandangi
dia. Dengan cepat aku memalingkan mukaku dan kembali membaca buku fisikaku.
Pura-pura sibuk.
Ketika
aku melirik, aku melihat kedua perempuan itu berbisik-bisik, lalu mendekatiku.
Aku langsung menenggelamkan diriku ke dalam bukuku lagi.
“Ehm.”
Temannya berusaha mengalihkan perhatianku dari buku dan aku menengok pelan
kepadanya dan dia.
Aku
tidak pernah melihatnya dengan dekat. Selalu aku memperhatikannya dari jauh.
Tapi betapa beruntungnya aku melihatnya kali ini.
“Oh,
hai.” Hanya kata-kata itu yang bisa aku keluarkan. Aku masih terpesona dengan
dirinya. Singkat kata, aku beku.
“Hai.”
Temannya yang menjawab. “Ngeliatin Briana?” Gadis itu tertawa kecil. Sedangkan
dia, Briana hanya tersipu malu dan menyikut temannya.
“Eh,
engga.” Apa? “Eh, maksudnya iya tapi engga ya...” Aduh. “Eh...” Aku tertawa
canggung. Apa yang aku pikirkan? Aku tersenyum kecil kepada Briana.
Briana
tertawa kecil dan tersenyum manis kepadaku. Aku semakin dibuat beku olehnya.
Nyatakah ini?
Tiba-tiba
temannya berkata kepada Briana bahwa dia harus pulang dan dia langsung
meninggalkan aku dan Briana berdua.
“Boleh
gak aku duduk disitu?” Kata Briana tiba-tiba sambil menunjuk tempat kosong di
sebelah kananku. Aku mengangguk kepadanya dan dia langsung duduk di sampingku.
“Makasih.”
“Em..
iya.” Kataku pelan. Kenapa aku tidak bisa berani berbicara lebih banyak
kepadanya? Aku hanya dapat kembali membaca buku fisikaku.
Pelan-pelan
aku melirik Briana yang kelihatannya menikmati angin yang sedang berhembus
pelan. Rambut halusnya berkibar kecil di belakangnya dan sebuah senyum tenang
terpasang di bibirnya. Hidungnya menghirup udara segar di bawah pohon.
“Kenapa
aku gak pernah duduk disini ya?” Dia bertanya tidak kepada siapa-siapa secara
khusus. Dia lalu menengok ke arahku dan tersenyum. “Pasti tempat ini
bener-bener bikin kamu merasa tenang kan?”
“Eh..
iya.” Aku terkekeh dan dia pun tersenyum lalu melirik ke arah buku yang sedang
aku pegang di depanku.
“Fisika?”
tanyanya sambil menaikkan alisnya dan tersenyum seakan dia ingin tertawa. Aku
melirik buku yang ada di depanku.
“Hehe..
iya.” Aku tersenyum kepadanya sambil menggoyangkan bukuku. Dia tertawa dan aku
hanya menggelengkan kepalaku dan menutup bukuku lalu menaruh buku itu
disampingku.
“Sebenernya
aku sering banget ngeliat kamu.” Dia berkata. “Kita sekelas di fisika sama
olahraga kan?”
“Iya.”
Jawabku singkat.
“Aku
sering ngeliat kamu pas lagi olahraga. Kamu jago ya sebenernya.” Dia tersenyum
kepadaku. “Kenapa gak ikut bola aja? Atau basket? Atau tim lari?”
Apa
yang dikatakan Briana adalah kenyataan. Walaupun aku tidak berolahraga sesering
aku belajar di bawah pohonku ini, aku masih dapat berolahraga dengan sangat
baik. Tapi aku tidak ingin masuk ke dalam tim-tim olahraga di sekolahku karena
isinya bukan orang-orang yang aku sukai. Orang-orang di dalam tim olahraga
sekolahku hanyalah orang-orang yang tidak pernah memperlakukan perempuan dengan
baik. Atau semua orang mungkin. Mereka juga hanya melihat orang-orang yang
sederajat dengan mereka. Dan aku tidak sederajat dengan mereka. Tetapi
orang-orang seperti Briana lah yang mereka incar.
“Gak
mau aja.” Aku berkata kepadanya. “Orang-orang di dalem timnya bukan orang-orang
yang aku suka.”
“Hmm..
Bener juga ya.” Aku terkesima mendengar perkataannya lalu tersenyum kepadanya.
Dia
lalu tersenyum lagi kepadaku dan kita pun berbicara lagi sampai hari
menunjukkan pukul 3 sore. Dia lalu mengucapkan selamat tinggal kepadaku dan
mengecup pipiku. Setelah mengecup pipiku dia hanya tersenyum dan berjalan pergi
ke arah rumahnya.
Pada
hari itulah aku jatuh kepadanya.
-Flashback end-
Kami
berdua tertawa pelan mengingat kembali peristiwa itu, masih berputar dan menari
di tempat.
“Pas
kamu nyoba deketin aku terus juga gak bisa dilupain.” Briana tertawa lagi dan
mulai membicarakan peristiwa itu.
-Flashback-
Setelah
peristiwa aku dan Briana di bawah pohon itu, kami menjadi lebih dekat dan
seringkali juga kami duduk-duduk di bawah pohon itu. Membicarakan tentang
hal-hal yang terlintas di pikiran, hal-hal yang lewat di jalanan, dan hal-hal
tentang kita.
Setiap
kali dia akan pulang aku hanya berani untuk melambaikan tangan kepadanya atau
sesekali memeluknya. Tetapi mengapa aku tidak berani untuk lebih dekat
dengannya? Aku selalu menatap mata coklat mudanya dan berharap aku punya
keberanian untuk menciumnya, tetapi yang keluar hanyalah sebuah pelukan.
Suatu
saat, kami berdua sedang membicarakan seorang pemain bola yang cedera pada
pertandingan yang lalu karena dia bukannya bermain bola tetapi malah bermain
mata dengan seorang perempuan. Muka
Briana tiba-tiba murung.
“Kamu
kenapa?” Aku bertanya kepadanya. Khawatir dia tiba-tiba jatuh sakit. Tetapi dia
hanya menggelengkan kepalanya. “Kamu sakit?”
“Engga
kok.” Ia memalingkan mukanya dari diriku. Apakah aku melakukan sesuatu yang
salah? “Aku gapapa.” Aku memandanginya dengan ragu.
“Kalau
seorang perempuan bilang dia ‘gapapa’ berarti ada sesuatu yang ada
dipikirannya.” Aku berkata dengan sebenarnya. “Jadi, kamu kenapa?”
Briana
perlahan berbalik badan dan menatapku. Matanya mulai mengeluarkan air mata
sedikit demi sedikit.
“Briana?”
“Dia...
mantanku.” Dia berkata perlahan. “Tapi dia bahkan tidak menyukaiku. Sedikit
pun. Dia cuma pengen apa yang aku punya.” Dia menggelengkan kepalanya dan
memandang tanah hijau di ujung kakinya. “Mulai saat itu aku selalu berpikir
bahwa semua laki-laki seperti itu.” Lalu dia kembali memandangku. “Tetapi aku
bertemu kamu, Alex.”
Aku
tercengang mendengar kata-katanya yang keluar tiba-tiba. Aku tahu lelaki itu
selalu memperlakukan perempuan bagaikan mainan, tetapi aku tidak pernah
berpikir Briana pernah menjadi salah satu mainan itu. Kata-katanya membuatku
ingin lebih menjaganya. Memperlakukannya dengan baik. Seperti dia sesuatu yang
sangat berharga dan aku tidak akan pernah melepaskannya.
“Kamu
gak pantes dapet apapun yang dilakukan dia ke kamu. Kamu sebagai umpama sebuah
berlian yang istimewa dan sangat sayang untuk dirusak atau dilepaskan. Dan aku
sudah menyukai berlian itu sejak lama dan aku tidak mau berlian itu untuk rusak
atau hilang dari diriku.” Aku mengatakan itu dengan seluruh kekuatan yang aku
miliki. Semua itu kenyataan.
Perlahan
aku mendekatinya sambil memandang mata coklat mudanya, lalu bibirnya yang
tipis. Dia tidak mengundurkan diri. Terbawa suasana damai ini, kami berdua
menutup mata dan aku menciumnya pelan.
-Flashback end-
“Itu
aku gak akan pernah ngelupain.” Dia berkata sambil tersenyum dan tersipu malu.
“Maaf ya aku waktu itu ngagetin kamu banget.”
“Gak
papa. Aku tau kamu juga mau.” Kataku sambil terus menari dengannya. Dia lalu
memukulku pelan. “Aduh.”
“Jangan
sampe aku ngeluarin kata-kata tentang cowok itu buat kamu.” Dia mencibir
kepadaku.
“Oke,
maaf.” Aku tersenyum kepadanya. “Sebenernya lebih lucu lagi pas kamu nginep di
rumahku.” Dia langsung tertawa keras dan membicarakan peristiwa itu.
-Flashback-
Pada
saat long weekend, orangtuaku
memutuskan untuk pergi mengunjungi kakakku selama beberapa hari di kampusnya.
Aku ditinggal sendiri di rumah dan aku memutuskan untuk mengundang Briana ke
rumahku untuk menonton beberapa film.
Pukul 7
dan bel rumahku berbunyi. Aku segera membuka pintu rumahku, tahu bahwa yang
datang adalah Briana. Ketika aku membuka pintu, dia berdiri dengan rambutnya
tergerai indah seperti biasa, memakai sebuah kaus lengan panjang berwarna merah
muda dan celana jins. Di kedua tangannya ada dua kantong popcorn untuk menemani
kami menonton.
Aku
menyetel film “The Amazing Spiderman” dan Briana duduk di atas sofa yang
mengarah ke TV. Aku mengambil popcornnya dan dia memukulku dengan main-main.
Aku pun merangkulnya saat film dimulai. Kepalanya beristirahat padaku selagi
scene pertama muncul.
Setelah
dua film disetel, kami tertidur dengan keadaan saat pertama menonton film.
Pagi
harinya aku terbangun dengan perasaan damai melihat Briana memelukku dengan erat
dan kepalanya masih beristirahat padaku. Aku memutuskan untuk membuatkan kopi
untuknya. Aku menyingkirkan tubuhnya perlahan dan aku berjalan ke dapur untuk
membuat kopi.
Ketika
aku mau memasukkan es ke dalam gelas, tiba-tiba terdengar suara dari pintu
masuk dapur.
“Lagi
ngapain?” tanya Briana. Terkejut, aku memasukkan es terlalu banyak dan kopinya
menyiprati mukaku. Dia tertawa terbahak melihat mukaku basah karena kopi.
Briana
mengambil lap yang ada di sebuah gantungan di sebelah kulkas. Dia berjalan ke
arahku dan pelan-pelan mengelap mukaku. Lalu dia mengecup pipiku dan membantuku
membuat kopi lagi.
Senyumnya
kembali menghangatkanku dan pada saat itulah aku tahu bahwa dialah orangnya.
-Flashback end-
“Muka
kamu priceless.” Dia berkata. Aku
hanya ikut tertawa dengan dirinya.
Tiba-tiba
entah darimana, aku mengajaknya ke sekolah. Dia terlihat kebingungan, tetapi
tetap mengikutiku dan aku pun akhirnya berhenti di bawah pohonku. Pohon kami.
Aku
menggengam tangannya dengan erat dan menatapnya. “I love you.” Aku tiba-tiba
mengatakan tiga kata itu. “Aku pengen ngomong kata-kata itu sejak aku bertemu
kamu dan aku tahu bahwa kamu lah orangnya.”
Dia
terlihat kaget pada awalnya, tetapi dia menatapku dengan tatapan yang sama
dengan mata cokelatnya yang bersinar karena terang bulan. Bibir tipisnya
membentuk senyum kecil dan dia mengecupku di bibir.
“I love
you too.”
------------------------
Truly, Madly, Deeply - One Direction
Am I asleep, am I awake, or somewhere in between?
I can’t believe that you are here and lying next to me
Or did I dream that we were perfectly entwined?
Like branches on a tree, or twigs caught on a vine?
Like all those days and weeks and months I tried to steal a kiss
And all those sleepless nights and daydreams where I pictured this,
I’m just the underdog who finally got the girl
And I am not ashamed to tell it to the world
Truly, madly, deeply, I am
Foolishly, completely fallen
And somehow, you kicked all my walls in
So baby, say you’ll always keep me
Truly, madly, crazy, deeply in love with you
In love with you
Should I put coffee and granola on a tray in bed
And wake you up with all the words that I still haven’t said?
And tender touches, just to show you how I feel
Or should I act all cool, like it was no big deal?
Wish I could freeze this moment in a frame and stay like this
I’ll put this day back on replay and keep reliving it
‘cause here’s the tragic truth if you don’t feel the same
My heart would fall apart if someone said your name
Truly, madly, deeply, I am
Foolishly, completely fallen
And somehow, you kicked all my walls in
So baby, say you’ll always keep me
Truly, madly, crazy, deeply in love with you
I hope I’m not a casualty,
Hope you won’t get up and leave
Might not mean that much to you
But to me it’s everything, everything
Truly, madly, deeply, I am
Foolishly, completely fallen
And somehow you kicked all my walls in
So baby, say you’ll always keep me
Truly, madly, crazy deeply in love (in love) with you (with you),
In love (in love) with you (with you)
In love (in love) with you (with you)
With you, oh!
I can’t believe that you are here and lying next to me
Or did I dream that we were perfectly entwined?
Like branches on a tree, or twigs caught on a vine?
Like all those days and weeks and months I tried to steal a kiss
And all those sleepless nights and daydreams where I pictured this,
I’m just the underdog who finally got the girl
And I am not ashamed to tell it to the world
Truly, madly, deeply, I am
Foolishly, completely fallen
And somehow, you kicked all my walls in
So baby, say you’ll always keep me
Truly, madly, crazy, deeply in love with you
In love with you
Should I put coffee and granola on a tray in bed
And wake you up with all the words that I still haven’t said?
And tender touches, just to show you how I feel
Or should I act all cool, like it was no big deal?
Wish I could freeze this moment in a frame and stay like this
I’ll put this day back on replay and keep reliving it
‘cause here’s the tragic truth if you don’t feel the same
My heart would fall apart if someone said your name
Truly, madly, deeply, I am
Foolishly, completely fallen
And somehow, you kicked all my walls in
So baby, say you’ll always keep me
Truly, madly, crazy, deeply in love with you
I hope I’m not a casualty,
Hope you won’t get up and leave
Might not mean that much to you
But to me it’s everything, everything
Truly, madly, deeply, I am
Foolishly, completely fallen
And somehow you kicked all my walls in
So baby, say you’ll always keep me
Truly, madly, crazy deeply in love (in love) with you (with you),
In love (in love) with you (with you)
In love (in love) with you (with you)
With you, oh!